Sejarah dan Legenda Gunung Raung
Gunung Raung adalah sebuah gunung yang besar dan unik,dan Gn. Raung
merupakan bagian dari kelompok pegunungan Ijen yang terdiri dari beberapa
gunung, diantaranya Gn.Suket (2.950mdpl), Gn.Raung (3.332mdpl), Gn.Pendil (2.338),
Gn.Rante (2.664), Gn.Merapi (2.800), Gn.Remuk (2.092), dan Kawah Ijen. yang
berbeda dari ciri gunung pada umumnva di pulau Jawa ini. Keunikan dari Puncak
Gunung Raung adalah kalderanya yang sekitar 500 meter dalamnya, selalu berasap
dan sering menyemburkan api. G. Raung termasuk gunung tua dengan kaldera di
puncaknya dan dikitari oleh banyak puncak kecil, menjadikan pemandangannya
benar-benar menakjubkan. Selain itu gunung ini juga terletak di paling ujung
pulau jawa bahkan keindahan gunung ini dapat kita lihat dari pulau dewata bali,
tepatnya ketika kita berada di pantai Lovina Singaraja Bali Utara pada akhir
siang atau ketika sunset di Lovina Beach. Keindahan gunung raung ini akan
terlihat indah. Jajaran pegunungan di timur pulau jawa ini memiliki keindahan
yang sangat unik. Gunung ini terletak di Kab. Banyuwangi Jawa Timur. Gunungapi
raksasa ini muncul di sebelah timur dari suatu deretan puing gunungapi yang
berarah baratlaut – tenggara. Di Puncaknya terdapat sebuah kaldera yang
berbentuk elips dan terdapat kerucut setinggi kurang lebih 100 m dan menpunyai
puncak 3.332 mdpl.
Keangkeran Gunung Raung sudah terlihat dari nama-nama pos pendakian yang ada, mulai dari Pondok Sumur, Pondok Demit, Pondok Mayit dan Pondok Angin. Semua itu mempunyai sejarah tersendiri hingga dinamakan demikian.
Pondok Sumur misalnya, katanya terdapat sebuah sumur
yang biasa digunakan seorang pertapa sakti asal Gresik. Sumur dan pertapa itu
dipercaya masih ada, hanya saja tak kasat mata. Di Pondok Sumur ini, saat
berkemah,juga terdengar suara derap kaki kuda yang seakan melintas di belakang
tenda.
Selanjutnya Pondok Demit, disinilah tempat aktivitas
jual-beli para lelembut atau dikenal dengan Parset (Pasar Setan). Sehingga,
padaMore… hari-hari tertentu akan terdengar keramaian pasar yang sering
diiringi dengan alunan musik. Lokasi pasar setan terletak disebelah timur
jalur, sebuah lembah dangkal yang hanya dipenuhi ilalang setinggi perut dan
pohon perdu.
Pondok Mayit adalah pos yang sejarahnya paling
menyeramkan, karena dulu pernah ditemukan sesosok mayat yang menggantung di
sebuah pohon. Mayat itu adalah seorang bangsawan Belanda yang dibunuh oleh para
pejuang saat itu.
Tak jauh dari Pondok Mayit, adalah Pondok Angin yang
juga merupakan pondok terakhir atau base camp pendaki. Tempat ini menyajikan
pemandangan yang memukau karena letaknya yang berada di puncak bukit, sehingga
kita dapat menyaksikan pemandangan alam pegunungan yang ada disekitarnya.
Gemerlapnya kota Bondowoso dan Situbondo serta sambaran kilat jika kota itu mendung,
menjadi fenomena alam yang sangat luar biasa. Namun, angin bertiup sangat
kencang dan seperti maraung-raung di pendengaran. Karenanya gunung ini
dinamakan Raung, suara anginnya yang meraung di telinga terkadang dapat
menghempaskan kita didasar jurang yang terjal.
Sebelah barat yang merupakan perbukitan terjal itu
adalah lokasi kerajaan Macan Putih, singgasananya Pangeran Tawangulun. Di sini,
juga sering terengar derap kaki suara kuda dari kereta kencana. Konon, pondok
Angin ini merupakan pintu gerbang masuk kerajaan gaib itu.
Konon, di perbukitan yang mengelilingi kaldera itulah
kerajaan Macan Putih berdiri. Sebuah kerajaan yang berdiri saat gunung ini
meletus tahun 1638. Pusatnya terletak di puncak Gunung Raung. Kerajaan tersebut
dipimpin oleh Pangeran Tawangulun. Beliau adalah salah-satu anak raja Kerajaan
Majapahit yang hilang saat bertapa di gunung. Keberadaan kerajaan itu sedikit
banyak masih memiliki hubungan yang erat dengan penduduk setempat. Misalnya
bila terjadi upacara pernikahan di kerajaan, maka hewan-hewan di perkampungan
banyak yang mati. Hewan-hewan itu dijadikan upeti bagi penguasa kerajaan.
Konon, menurut masyarakat setempat, seluruh isi dan
penghuni kerajaan Macan Putih lenyap masuk ke alam gaib atau dikenal dengan
istilah mukso. Dan hanya pada saat tertentu, tepatnya setiap malam jum’at
kliwon, kerajaan itu kembali ke alam nyata.
Pangeran Tawangulun dipercaya merupakan salah satu
suami dari Nyai Roro Kidul. Setiap malam jum’at itulah penguasa laut selatan
mengunjungi suaminya. Biasanya, akan terdengar suara derap kaki kuda ditempat
yang sakral. Suara tersebut berasal dari kereta kencana Sang Ratu yang sedang
mengunjungi sang suami Pangeran Tawangulun. Bila mendengar suara tersebut lebih
baik pura-pura tidak mendengar. Jika dipertegas, suara akan bertambah keras dan
mungkin akan menampak wujudnya. Bila demikian, kemungkinan kita akan terbawa
masuk ke alam gaib dan kemudian dijadikan abdi dalem kerajaan Macan Putih.
Untuk mendaki G. Raung, paling mudah adalah dari arah Bondowoso. Dari Bondowoso terus menuju desa Sumber Wringin dengan menggunakan Colt melalui Sukosani. Perjalanan diawali dari desa Sumber Wringin melalui kebun pinus dan perkebunan kopi menuju Pondok Motor. Di Pondok Motor kita dapat menginap dan beristirahat, kemudian kita dapat melanjutkan perjalanan ke puncak yang membutuhkan waktu sekitar 9 jam.
Dari Pondok Motor ke G. Raung, dimulai dengan melalui
kebun selama 1 jam lalu pendakian memasuki hutan dengan sudut pendakian yang
tidak terlalu besar yaitu sekitar 20 derajat. Hutan gunung ini terdiri dari
pohon glentongan, arcisak, takir dan lain-lain. Setelah pendakian selama 2 jam
atau sekitar 1300 - 1400 m pendaki akan menemukan jalan berkelok dan naik turun
sampai ketinggian sekitar 1500 - 1600 m. Di daerah ini mulai terlihat pohon
cemara lalu pendakian diteruskan menuju pondok sumur (1750 M). setelah itu
pendakain akan mulai sulit dan sudut pendakian mulai membesar dan jalur
pendakian kurang jelas karena hanya semak-semak dan kemudian terus mendaki
selama 3 jam hingga dicapai Pondok Demit.
Kemudian pendaki harus mendaki lagi selama sekitar 8
jam hingga dicapai batas hutan, yang dikenal dengan nama Pondok Mantri atau
Parasan pada ketinggian sekitar 2900 - 3000 m. di tempat inilah pendakian
beristirahat untuk berkemah. Perjalanan dilanjutkan melalui padang alang-alang
(sekitar 1 jam perjalanan), selanjutnya menuju puncak Gunung Raung yang sedikit
berpasir dan berbatu-batu. Dari tempat berkemah menuju puncak G. Raung, hanya
diperlukan waktu sekitar 2 (dua) jam saja. Puncak G. Raung ini berada pada
ketinggian 3.332 m dari permukaan laut dan sering bertiup angin kencang. Dari
pinggir kawah tidak terdapat jalur yang jelas untuk menuju dasar kawah sehingga
pendaki yang bermaksud menuruni kawah agar mempersiapkan tali temali ataupun
peralatan lainnya untuk sebagai langkah pengamanan. Dalam perjalanan ke Puncak
G. Raung, tidak ada mata air. Sebaiknya untuk air dipersiapkan di Sumber
Wringin atau di Sumber Lekan. Untuk mendaki G. Raung tidak diperlukan ijin
khusus, hanya saja kita perlu melaporkan diri ke aparat desa di Sumber Wringin.
Keangkeran Gunung Raung sudah terlihat dari nama-nama pos pendakian yang ada,
mulai dari Pondok Sumur, Pondok Demit, Pondok Mayit dan Pondok Angin. Semua itu
mempunyai sejarah tersendiri hingga dinamakan demikian. Pondok Sumur misalnya,
katanya terdapat sebuah sumur yang biasa digunakan seorang pertapa sakti asal
Gresik. Sumur dan pertapa itu dipercaya masih ada, hanya saja tak kasat mata.
Di Pondok Sumur ini, saat berkemah,juga terdengar suara derap kaki kuda yang
seakan melintas di belakang tenda. Selanjutnya Pondok Demit, disinilah tempat
aktivitas jual-beli para lelembut atau dikenal dengan Parset (Pasar Setan).
Sehingga, pada hari-hari tertentu akan terdengar keramaian pasar yang sering
diiringi dengan alunan musik. Lokasi pasar setan terletak disebelah timur
jalur, sebuah lembah dangkal yang hanya dipenuhi ilalang setinggi perut dan
pohon perdu. Pondok Mayit adalah pos yang sejarahnya paling menyeramkan, karena
dulu pernah ditemukan sesosok mayat yang menggantung di sebuah pohon. Mayat itu
adalah seorang bangsawan Belanda yang dibunuh oleh para pejuang saat itu. Tak
jauh dari Pondok Mayit, adalah Pondok Angin yang juga merupakan pondok terakhir
atau base camp pendaki. Tempat ini menyajikan pemandangan yang memukau karena
letaknya yang berada di puncak bukit, sehingga kita dapat menyaksikan
pemandangan alam pegunungan yang ada disekitarnya. Gemerlapnya kota Bondowoso
dan Situbondo serta sambaran kilat jika kota itu mendung, menjadi fenomena alam
yang sangat luar biasa. Namun, angin bertiup sangat kencang dan seperti
maraung-raung di pendengaran. Karenanya gunung ini dinamakan Raung, suara
anginnya yang meraung di telinga terkadang dapat menghempaskan kita didasar
jurang yang terjal...
0 Response to "Sejarah dan Legenda Gunung Raung"
Posting Komentar