"Puncak itu masih akan tetap di sana dan kita bisa kembali lagi. Lincoln hanya punya satu kesempatan untuk hidup."
Lincoln Hall, pendaki asal Australia,
ditinggalkan timnya dalam keadaan sekarat saat turun dari puncak Everest pada
tanggal 25 Mei 2006. Ia terserang penyakit ketinggian, sejenis cerebral edema,
yang menyebabkan penderitanya berhalusinasi dan kehilangan kesadaran.
Sebagaimana dilaporkan, tim sherpa pemandu Hall
mencoba untuk menyelamatkannya selama berjam-jam. Namun hingga menjelang malam
upaya tersebut tidak membuahkan hasil, sementara pasokan oksigen semakin
menipis dan mereka mulai terserang gejala snow blindness. Ketua Ekspedisi,
Alexander Abramov, akhirnya memerintahkan para sherpa pemandu untuk turun ke
camp dan mengabaikan Hall yang tampaknya sudah meninggal, di atas ketinggian
8.600 m, 600 m di dalam Zona Kematian, dan hanya 200 m di bawah puncak. Malam
itu juga kematian Hall segera dikabarkan via telepon satelit ke istri dan
keluarganya.
Namun,
keesokan harinya (12 jam kemudian), Hall ditemukan masih hidup oleh sebuah tim
yang tengah melakukan summit push. Tim itu terdiri dari Daniel Mazur (Amerika,
Team Leader), Andrew Brash (Kanada), Myles Osborne (Inggris) dan Jangbu Sherpa
(Nepal). Osborne menggambarkan situasi tepat di bawah Second Step itu sebagai
berikut: "Sesosok tubuh terduduk di sebelah kiri kami,
sekitar dua kaki dari bibir jurang sedalam 10.000 kaki. Masih hidup, tidak
tidur, tapi duduk menyilangkan kaki tengah berusaha melepas pakaiannya.
Ritsleting setelan bawahnya terbuka hingga ke pinggang, lengannya telanjang,
tidak memakai topi pelindung, tanpa sarung tangan, kacamata pelindung, masker
oksigen, regulator, kapak es, oksigen, tidak ada kantong tidur, tidak ada
matras, dan bahkan tidak ada makanan atau botol air."Aku bayangkan kau
pasti terkejut melihat aku di sini", katanya. Saat itu kami dihadapkan
pada suatu momen yang sangat sulit kami terima dengan akal sehat. Sosok tubuh
itu, seorang pria, telah melewati malam tanpa oksigen pada ketinggian 8.600
meter, tanpa peralatan dan nyaris tidak berpakaian. Dan MASIH HIDUP."
Mereka
menghabiskan waktu berjam-jam untuk memulihkan Lincoln dan menyiapkan operasi
penyelamatan. Dengan suplai oksigen yang telah berkurang dan terbatasnya waktu
yang tersisa, Mazur dan timnya akhirnya membatalkan ekspedisi mereka sendiri.
Kisah
penyelamatan yang heroik ini menjadi berita utama di seluruh dunia. Sangat
bertolak belakang dengan publikasi tentang kematian David Sharp di musim
pendakian yang sama. David Sharp, pendaki asal Inggris, diabaikan dalam keadaan
sekarat oleh lebih dari empat puluh pendaki yang melewatinya. Kedua cerita yang
sangat berbeda ini menjadikan Everest tahun 2006 menjadi salah satu musim yang
paling kontroversial dan paling ramai dibahas dalam sejarah pendakian."I
Shouldn't Be Alive", sebuah program seri di TV, menayangkan kisah Lincoln
Hall dalam salah satu episodenya yang diberi judul "Left for Dead on
Everest". Menyikapi keputusannya untuk menghentikan langkah timnya
yang tinggal 200 meter lagi menuju puncak Everest, Dan Mazur berucap: "The
summit is still there and we can go back. Lincoln only has one life."
Puncak
memang bukan segalanya...
ÖZILER
(https://www.facebook.com/groups/selterpetualang/permalink/566181833448345/)
0 Response to ""Puncak itu masih akan tetap di sana dan kita bisa kembali lagi. Lincoln hanya punya satu kesempatan untuk hidup.""
Posting Komentar